Seorang ahli kunci ternama bermaksud mewariskan keahliannya kepada salah satu dari dua muridnya yang telah di didik sekian tahun. Untuk menentukan siapakah yang berhak mewarisi keahlian sang guru, mereka harus menyelesaikan ujian terakhir. Sang guru menyiapkan dua kotak yang masing-masing berisi barang berharga, di dua kamar berbeda. Mereka akan diuji, siapakah yang paling cepat membuka gembok kotak itu.
Kedua muridnya pun masuk ke kamar masing-masing secara bersamaan. Tak lama, murid pertama keluar.
“Wah! Cepat sekali kau menyelesaikannya. Apa isi kotak itu?” kata sang guru.
“Permata yang berkilau. Indah sekali. Pasti harganya sangat mahal.” jawab murid pertama.
Kemudian murid kedua baru menyusul keluar. Sang guru pun mengajukan pertanyaan yang sama.
“Aku tidak tahu.” jawabnya. “Aku kira tugas saya hanya membuka gembok, dan membuka kotak maupun melihat isinya bukan bagian dari ujian ini.”
Sang guru mengangguk puas dengan jawaban murid kedua. Akhirnya ia memutuskan bahwa murid keua yang berhak mewarisi keahliannya. Murid pertama tidak puas dengan keputusan gurunya. Ia merasa dirinya lebih cepat menyelesaikan ujian.
“Bukankah dia tidak lebih baik daripada diriku, Guru?” kata murid pertama. “Aku lebih cepat membuka kotak daripada dia.”
Sang guru menasihati, “Profesi kita adalah tukang kunci.
Bertugas membantu pemilik kotak yang kuncinya hilang atau rusak. Tugas kita semata-mata hanya membuka gembok. Membuka kotak adalah hak pemiliknya. Tak dibenarkan kita membuka kotak, apalagi ingin tahu isinya. Bisa jadi, isinya bersifat rahasia. Hanya pemiliknya saja yang berhak tahu. Ini etika dalam profesi kita. Tanpa etika, keahlian yang kita miliki bisa menjadi kejahatan.”
Murid pertama pun paham dan puas dengan penjelasan gurunya. Ia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar gelar ahli.
Kedua muridnya pun masuk ke kamar masing-masing secara bersamaan. Tak lama, murid pertama keluar.
“Wah! Cepat sekali kau menyelesaikannya. Apa isi kotak itu?” kata sang guru.
“Permata yang berkilau. Indah sekali. Pasti harganya sangat mahal.” jawab murid pertama.
Kemudian murid kedua baru menyusul keluar. Sang guru pun mengajukan pertanyaan yang sama.
“Aku tidak tahu.” jawabnya. “Aku kira tugas saya hanya membuka gembok, dan membuka kotak maupun melihat isinya bukan bagian dari ujian ini.”
Sang guru mengangguk puas dengan jawaban murid kedua. Akhirnya ia memutuskan bahwa murid keua yang berhak mewarisi keahliannya. Murid pertama tidak puas dengan keputusan gurunya. Ia merasa dirinya lebih cepat menyelesaikan ujian.
“Bukankah dia tidak lebih baik daripada diriku, Guru?” kata murid pertama. “Aku lebih cepat membuka kotak daripada dia.”
Sang guru menasihati, “Profesi kita adalah tukang kunci.
Bertugas membantu pemilik kotak yang kuncinya hilang atau rusak. Tugas kita semata-mata hanya membuka gembok. Membuka kotak adalah hak pemiliknya. Tak dibenarkan kita membuka kotak, apalagi ingin tahu isinya. Bisa jadi, isinya bersifat rahasia. Hanya pemiliknya saja yang berhak tahu. Ini etika dalam profesi kita. Tanpa etika, keahlian yang kita miliki bisa menjadi kejahatan.”
Murid pertama pun paham dan puas dengan penjelasan gurunya. Ia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar gelar ahli.