*Penulis: Nasrudin Joha
Sungguh buruk sekali tabiat para pengusung demokrasi. Saat proses hukum belum berakhir di MK, saat rakyat semua menanti keputusan MK, saat belum ada satupun pihak yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 600 orang anggota KPPS, saat belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka penembak korban 21-22 Mei, para elit itu sudah mulai berdeklamasi tentang rekonsiliasi.
Mereka, telah menawarkan sejumlah jatah agar komitmen rekonsiliasi dapat terealisasi. Mereka berpraduga, sengketa itu antara elit partai, bukan dengan rakyat. Mereka menduga, rakyat kembali bisa dibodohi dengan tipu daya dan janji palsu.
Wahai rezim, ketahuilah ! Perlawanan ini perlawanan dari rakyat, bukan dari Prabowo Sandi. Yang tidak ridlo dicurangi itu rakyat, bukan hanya Prabowo sandi. Yang menggugat kecurangan di MK itu rakyat, bukan hanya Prabowo Sandi.
Karenanya, saat Prabowo menghimbau rakyat tidak datang ke MK, rakyat dapat memahami tetapi tidak dapat mentaati. Dapat memahami, posisi sulit Prabowo sehingga terpaksa mengunggah himbauan itu. Tak dapat mentaati, karena ini urusan rakyat, bukan sekedar urusan Prabowo Sandi.
Ketika proses hukum, tidak dapat menjamin keadilan, rakyat merasa wajib mengontrolnya langsung, dengan mendatangi gedung MK. Yang dikontrol saja bisa lepas, apalagi tanpa kontrol ? Rakyat, sudah tidak bisa lagi menyerahkan penuh visi keadilan melalui lembaga peradilan.
Lantas, rezim merasa mau menyelesaikan persoalan ini ditingkat elit ? Bisa menundukan kubu-kubu elit dan meninggalkan rakyat ? Ketahuilah, rekonsiliasi dengan elit bisa saja selesai dengan berbagi jatah kekuasaan.
Namun, rekonsiliasi dengan rakyat hanya bisa terjadi setelah rezim jujur dan mengakui kecurangan. Selanjutnya, rezim melepaskan kekuasan yang bukan hak nya.
rezim curang, zalim dan rakyat bersumpah akan melawannya.
Dan jika sampai kubu Prabowo Sandi meninggalkan rakyat, menyambut rekonsiliasi rezim dengan meninggalkan rakyat, yang telah banyak berkorban untuk Prabowo, maka jelas sudah pernyataan Prabowo yang akan konsisten berjuang bersama rakyat adalah dusta belaka.
Karena itu, ini ultimatum bagi rezim agar tidak curang dan memaksa membangun komitmen rekonsiliasi diatas bangkai dan tulang belulang penderitaan rakyat. Sekaligus, ini ultimatum kepada Prabowo agar tetap bersama dan berada dibarisan rakyat.
Kakek buyut kami adalah pejuang. Pantang bagi kami berdamai dengan kecurangan. Kami, telah memilih kemuliaan dengan tetap berada di parit-parit perjuangan, ketimbang menginjak karpet istana dengan muka dipenuhi bedak kemunafikan dan dusta. (*)